rifaabe

Inspirasi dari penjual sate


Menarik, sebuah kisah yang sangat inspiratif dari bapak penjual sate.

Saya punya sate langganan , Ini sate paling enak di surabaya menurut saya. Susah cari lawannya!

Yang aneh, sate ini bukanya suka-suka. Jadi kita harus telpon dulu kalau mau ke sana. Beberapa kali saya nekad datang ke sana tanpa telepon dulu eeehhh tutup.

Saya tanya: "Kenapa cara jualannya seperti itu?

Pak haji Ramli penjual satenya menjawab: "Rejeki sudah ada yang ngatur, kenapa harus ngoyo?"

"Bukan ngoyo Pak", jawab saya. "Bapak bisa kehilangan pelanggan kalo jualannya begitu!"

"Ah, kayak situ yg ngatur rejeki aja", katanya."

Saya kasih dia saran, "Sebaiknya Bapak buka tiap hari! Kalau bisa malam juga buka karena banyak orang suka makan sate malam juga Pak!", kata saya meyakinkan dia.

Pak Haji Ramli menghela napasnya agak dalam. "Hai anak muda, rezeki itu ada di langit bukan di bumi! Anda muslim kan?"

tanya Pak haji sambil natap wajah saya.

"Suka ngaji gak? Coba baca Quran: "Cari nafkah itu siang, malam itu untuk istirahat!", kata Pak haji lagi meyakinkan.

"Saya cuma mau jualan siang, kalau malam biarlah itu rejekinya tukang sate yang jualannya malam. Dari jualan sate siang saja saya sudah merasa cukup dan bersyukur, kenapa harus buka sampe malam?", Pak Haji nyerocos sambil membakar sate.

"Coba liat orang-orang yang kelihatanya kaya itu. Pake mobil mewah, rumahnya mewah. Tanya mereka, emang hidupnya enak?"

"Pasti lebih enak saya karena saya gak dikejar target, gak dikejar hutang! Saya 2 minggu sekali pulang ke madura, mancing, naik sepeda lewat sawah-sawah, lewat kampung-kampung, bergaul dengan manusia-manusia yang menyapa dengan tulus. Bukan nyapa kalau ada maunya!
Biarpun naik sepeda tapi jauh lebih enak daripada naik Jaguar! Anginnya asli gak pake AC. Denger kodok, jangkrik lebih nyaman di kuping daripada dengerin musik dari alat musik bikinan! Coba Anda pikir, buat apa kita ngoyo bekerja siang-malam?
Jangan-jangan kita muda kerja keras ngumpulin uang, sudah tua uangnya dipake ngobatin penyakit kita sendiri karena terlalu kerja keras waktu muda! Itu banyak terjadi kan?
Dan... jangan lupa, Tuhan sudah menakar rejeki kita! Jadi buat apa kita nguber rejeki sampe malam? Rejeki gak bakal ketuker!! Yang kerja siang ada bagiannya, begitu juga yang kerja malam!"

"Kalau kata peribahasa, waktu itu adalah uang. Tapi jangan diterjemahkan tiap waktu untuk cari uang! Waktu itu adalah uang, artinya kita harus bisa memanfaatkan sebaik-baiknya karena waktu tidak bisa diulang, uang bisa dicari lagi! Waktu lebih berharga dari uang. Makanya saya lebih memilih waktu daripada uang!"

"Waktu saya ngobrol dengan Anda ini jauh lebih berharga daripada saya bikin sate. Kalau saya cuma bikin sate, di mata Anda, saya hanya akan dikenang sebagai tukang sate. Tapi dengan ngobrol begini semoga saya bisa dikenang bukan cuma tukang sate, mungkin saya bisa dikenang sebagai orang yang punya arti dalam hidup Anda sebagai pelanggan saya. Kita bisa bersahabat!

Waktu saya jadi berguna juga buat saya. Begitu juga buat Anda. Kalau Anda merasa ngobrol dengan saya ini sia-sia, jangan lupa ya: "Rejeki bukan ada di kantor, tapi di langit!" Begitu kata Pak Haji Ramli menutup pembicaraan.

kisah ini saya temukan di wall facebook agak lama, jadi siapapum yang merasa sebagai penulis pertama harap konfirmasi jika dirasa merugikan.

Jadikan HP mu sebagai mesin ATM pribadi, caranya cukup menginstall aplikasi PAYTREN dari google Playstore atau App Store. Klik disini atau via BBM, invite 5B3EF69A, Chat di WA 08562568871 untuk info dan pendaftaran
Selengkapnya
rifaabe

Doakan Saya Ya..



"Sesat tapi hati lega. Sesat tapi hati  tentrem. Sesat tapi hati bahagia...?
Sudah begitu gelapkah hati kita?"
(@Yusuf_Mansur).


Apa-apa kalau tidak belajar, emang juga bisa tidak tahu. Tapi salah belajar, juga bisa semakin tidak tahu. Ketika belajarnya adalah belajar yang salah. Atau belajar sama yang salah.

Misal, mencuri... Mencuri adalah perbuatan salah. Tapi ketika belajar bahwa "Toh kalau Allah membiarkan kamu mencuri, maka itu adalah Kehendak-Nya", maka tak apa. Maka tentu saja hal ini tidak bisa dibenarkan.

Belajar bahwa "bersetubuh, bersenggama, adalah kebutuhan asasi manusia. Silahkan saja. Lakukan. Jangan halangi dirimu melakukannya. Yang penting jangan lupa. Pake kondom. Pake pengaman. Supaya kamu tidak kena penyakit. Mainlah dengan safety." Tentu saja ini juga TIDAK DAPAT DIBENARKAN". Salah belajar. Salah ngajar.

Banyak lagi hal lain yang terjadi di masyarakat. Keliatannya bener. Ga taunya sesat. Salah. Tapi hari ini terasa kita ga boleh menyalahkan. Apalagi menganggapnya sesat. Sampe akhirnya manusia merasakan dampak keburukan dan kejahatan sesuatu yang salah dan yang sesat, dibiarkan.

Hari ini banyak sekali yang keliatannya indah. Tapi ternyata jelek sekali. Rusak sekali. Parah akibat buruknya dan meruntuhkan keindahan asli yang sudah diberikan Allah.

Tapi gegara ga ada petunjuk. Ga nyari petunjuk. Ga mendapatkan petunjuk... Dari Yang Maha Benar. Yang Maha Menjaga. Yang Maha Memiliki Kebenaran. Maka kemudian keindahan palsu itu diterjang. Dijalankan. Dilakukan.

Akhirnya, ketika keindahan itu kemudian tampak kebobrokannya, barulah terasa busuk dan baunya. Menyesal, bisa jadi berguna. Selama masih ada umur dan ada kesempatan dan izin untuk memperbaikinya. Nah yang harus dipikir, jika diri sendiri yang rusak,  yang merasakan kerusakan, maka ia bisa jadi bisa mengubah dirinya.

Tapi sebagai manusia sosial, ia juga kudu mikirin dampaknya jika ternyata ia sudah merusak diri orang lain. Apalagi jika kerusakan itu masif. Ia misalnya, mengajar, mengajak, mendorong orang, untuk melakukan "keindahan", yang menurut hawa nafsunya indah. Lalu orang lain melakukan. Dan "mereferensikan" lagi keindahan palsu itu kepada yang lain... Nah... Ia juga harus ga selamat sendiri. Harus juga mestinya, menyelamatkan yang lain.

Saya bener-bener melihat sudah mulai kerusakan moral, mental, bahkan sebenernya kejahatan kemanusiaan... Tapi kemudian disesatkan pikirannya, disesatkannya hawa nafsunya, disesatkan kebodohannya. Akhirnya kerusakan itu malah dianggap sebagai sebuah kemajuan dan peradaban baru manusia. 

Saya ga tega mencontohkannya di sini. Apalagi meneruskan tulisan ini dengan contoh-contoh yang lebih menukik. Biarlah di lain kesempatan nanti pelan-pelan saya contohkan. Sekarang saya mau berdoa kepada Allah. Agar Allah kasih petunjuk-Nya buat kita semua.

Izinkan saya meneruskan dengan  hal yang lain. Tapi masih berkaitan...

Di halaman kedua qs al Baqarah... ada "penyakit2" & "kerusakan2", yg sifatnya laa yasy'uruun (لا يشعرون).  Yang orangnya tidak sadar. Nganggapnya baiiiiikkkk aja. Bennnneeeeerrr aja. Baik itu perbuatan dirinya. Atau juga perbuatan orang lain. Padahal buruk dan salah. 

Dan ada juga yang laa ya'lamuun (لا يعلمون). Yang ia tidak ketahui. 

Karena tidak tau, akhirnya gelap. Sesat. Salah. Buruk. Dan ga bener. 

Krn itu Qs al Baqarah juga diawali dengan alif laam miim (الم), & bcr tentang the petunjuks. The gaidens. Dzaalikal Kitaabu laa roiba fiihi, hudal lil muttaqien. 

(ذلك الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين)

Al Qur'an ini... Tidak diragukan lagi. Petunjuk... Bagi orang yang bertaqwa...

Semoga semua bisa kembali ke Qur'an. Jd nyadar. Jd tau.

Tidak sedikit pula... Udah mah ga nyadar. Juga sok tau. Dan sebagiannya lagi malah berjuang untuk membuat orang tidak sadar. Dan membuat orang tidak tau.

Tugas kita... Menyadarkan. Dan memberi tahu. Tugas yang lain adalah mendoakan. Agar sadar. Agar tau. 

Semoga Allah mampukan kita untuk membuat diri kita dan lingkungan kita. Wabil khusus keluarga kita. Menjadi sadar dan tau. Semoga Allah kasih ilmu-Nya. Kasih jalan-Nya agar kita dan lingkungan kita sadar dan tau. Dan mau menyadarkan dan memberi tau yang lain.

Bismillaah. Kita belajar dan ajarkan al Qur'an. Bertahap. Pelan-pelan. Agar masuk sedikit demi sedikit dengan membekas. Dan memberi kesempatan kepada hati dan pikiran juga berinteraksi dengan apa yang kita pelajari dan yang kita ajarkan.

Bila al Qur'an sudah masuk ke hati dan pikiran. Maka siapa tau apa-apa yang rusak, salah, jelek, sesat, yang bukan berdasar hawa nafsu, pikiran yang salah, ajaran yang salah... Bisa pelan-pelan berganti. Dengan kebenaran yang berdasar Petunjuk Allah.

Wa qul jaa-al haqqu. Wazahaqol baathilu. Innal baathila kaana zahuuqo.

وقل جاء الحق وزهق الباطل. إن الباطل كان زهوقا

Dan katakanlah... Kebenaran sudah sudah datang. Dan yang batil telah lenyap. Sungguh yang batil itu pasti lenyap.

Itu adalah ayat ke-81 Qs al Isroo  [17]. Bacalah jika berkenan... 1 ayat sebelumnya. Dan 1 ayat sesudahnya. Yakni ayat 80 dan 82.

Tidak sedikit ayat-ayat al Qur'an yang bercerita tentang "wa idz zayyana lahumusy-syaithoonu a'maalahum...", dan tema-tema serupa... Yakni saat syetan menjadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan dosa mereka..."

Ah... Nanti jadinya bertambah panjang. Mudah-mudahan Allah kasih kesempatan saya terus belajar dan mengajar...

Dengan air mata saat menulis ini... Saya memohon agar Allah selamatkan saya dan kita semua. Juga semua keluarga dan anak keturunan kita. Jangan sampai kita  semua menyaksikan semakin banyak perbuatan dosa dan salah, yang tidak lagi sembunyi-sembunyi melakukannya. Bahkan bangga dan mengumumkannya. Saking sesat, dan sakitnya jiwa dan pikiran. Standar kebenaran sudah menjadi sedemikian rancu. Jawabannya adalah saya sendiri dan kita semua... Harus kembali dan mengembalikan sebanyak-banyaknya orang... Kepada al Qur'an dan as Sunnah. Memasukkannya ke dalam hati dan pikiran kita dan keluarga kita, lingkungan kita. Sedikit demi sedikit. Hingga ia menjadi Cahaya Allah yang menerangi diri yang gelap. Aaamiin.

Salam, @Yusuf_Mansur. Mhn doanya banget. Dan silahkan berdoa yang serius. Untuk keselamatan diri dan keluarga. Juga lingkungan dan dunia ini. Jangan-jangan saya juga sedang sesat. Tapi juga sedang dihinggapi ketidaksadaran dan ketidaktahuan. Doain saya. Doain saya. Doain saya. Dan saling doa mendoakan.

#UYMinspirasiPAYTRENbagian114

Jadikan HP mu sebagai mesin ATM pribadi, caranya cukup menginstall aplikasi PAYTREN dari google Playstore atau App Store. Klik disini atau via BBM, invite 5B3EF69A, Chat di WA 08562568871 untuk info dan pendaftaran
Selengkapnya
rifaabe

Jenderal Perang Terhebat Sepanjang Sejarah : Abu Ubaidah bin Al-Jarrah



Nama sebenarnya adalah ‘Amir bin ‘Abdullah bin al-Jarrah al-Fihri al-Quraisy al-Makki, ibunya bernama Umaimah binti Ghanim.

Beliau salah seorang sahabat yang dijamin masuk Syurga, memiliki wajah yang berseri, tampan orangnya tinggi lampai, tidak gempal dan berjambang nipis. Beliau mudah mesra, tawaddhu’ dan pemalu. Namun, di saat yang genting beliau bagaikan singa yang mencari mangsa.

Kualiti iman dalam dirinya dapat kita ketahui melalui sabdaan Baginda Nabi sallallahualaihi wasallam;
لِكُلِّ أُمَّةٍ أَمِينٌ، وَأَمِينُ هَذِهِ الأُمَّةِ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ
“Setiap umat mempunyai orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.”
(Riwayat al-Tirmizi)

Abdullah bin ‘Umar pernah menjelaskan perwatakan Abu Ubaidah ini;
ثَلاثَةٌ مِنْ قُرَيْشٍ أَصْبَحُ النَّاسِ وُجُوهًا، وَأَحْسَنُهَا أَخْلاقًا، وَأَثْبَتُهَا حَيَاءً، وَإِنْ حَدَّثُوكَ لَمْ يَكْذِبُوكَ، وَإِنْ حَدَّثْتَهُمْ لَمْ يُكَذِّبُوكَ: أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ، وَعُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ، وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ
“Tiga lelaki Quraish yang paling berseri wajahnya, paling baik akhlaknya dan paling teguh sifat malunya; Jika mereka berkata kepadamu, mereka tidak berdusta. Jika kamu berkata kepada mereka, mereka tidak akan mendustakannya. Mereka adalah Abu Bakr, Uthman bin ‘Affan dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” (Hilyat al-Auliya’)

Manakala diriwayatkan yang dinyatakan oleh Saidatuna Aishah radhiallahu anha, beliau berkata;
أَيُّ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ أَحَبَّ إِلَيْهِ؟ قَالَتْ: أَبُو بَكْرٍ ، ثُمَّ عُمَرَ ، ثُمَّ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ
“(Aisyah pernah ditanya tentang siapakah sahabat Nabi yang paling disukai Rasulullah) Siapa yang Rasulullah sallallahualaihi wasallam cintai (dari golongan laki-laki)?”
Aisyah menjawab Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” (Siyar ‘Alam al-Nubala’)

Amir bin Abdullah bin Jarrah Al Quraisyi Al Fihri Al Makki adalah salah seorang dari kelompok As-Sabiqun Al Awwalun (orang-orang pertama masuk Islam) dan orang yang mendukung kekhalifahan Ali radhiyallahu ‘anhu.

Hal ini ia tunjukkan pada hari Tsaqifah, disebabkan dedikasinya yang tinggi kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.


Jadikan HP mu sebagai mesin ATM pribadi, caranya cukup menginstall aplikasi PAYTREN dari google Playstore atau App Store. Klik disini atau via BBM, invite 5B3EF69A, Chat di WA 08562568871 untuk info dan pendaftaran

Nasab Abu Ubaidah bin Al Jarrah bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada garis keturunan Fihri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan pengakuan bahwa ia salah seorang penghuni surga dan menjulukinya Aminul Ummat (kepercayaan umat).

Sahabat inilah yang pertama-tama dijuluki sebagai pemimpin para pemimpin (Amirul Umara).

Dialah orang yang dipegang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan kanannya seraya bersabda mengenai dirinya,

إِنَّ لَكُمْ أُمَّةً أَمِيْنًا، وَإِنَّ أَمِيْنَ هذِهِ اْلأُمَّةِ أَبُوْ عُبَيْدَةَ بْنُ اْلجَرَّاحِ

“Sesungguhnya setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.“

Orang kepercayaan inilah yang disebut-sebut Al-Faruq radhiallahu ‘anhu pada saat akan menghembuskan nafas terakhirnya, “Seandainya Abu Ubaidah bin al-Jarrah radhiallahu ‘anhu masih hidup, niscaya aku menunjuknya sebagai penggantiku. Jika Rabb-ku bertanya kepadaku tentang dia, maka aku jawab, ‘Aku telah menunjuk kepercayaan Allah dan kepercayaan Rasul-Nya sebagai penggantiku’.”
Diriwayatkan dari Yazid bin Ruman, ia berkata, “Ibnu Madz’un, Ubaidah bin Al Harits, Abdurrahman bin Auf, Abu Salamah bin Abdul Asad, dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah, pernah berangkat dalam misi menemui Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika bertemu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan mereka agar masuk Islam sekaligus menjelaskan tentang syariat kepada mereka. Seketika itu pula, secara bersamaan mereka masuk Islam. Peristiwa itu terjadi sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke Darul Arqam.

DIa berhijrah ke Habsyah dalam Hijrah yang kedua. Kemudian kembali untuk berdiri di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salalm dalam Perang Badar. dan pada saat itu dia berhasil membunuh ayahnya sendiri (yang masih kafir).

Abu Ubaidah juga pernah mendapat cobaan (musibah) yang berat pada waktu perang Uhud. Pada saat itu, Abu Ubaidah menahan dua arah serangan musuh yang ditujukan kepada Rasulullah, sehingga ia terkena pukulan yang mengakibatkan dua giginya rompal. Namun hal itu justru membuat mulutnya nampak semakin indah, sehingga muncul rumor bahwa tidak ada yang lebih indah jika kehilangan gigi melebihi indahnya gigi Abu Ubaidah.


Zubair bin Bakkar berkata, “Keturunan Abu Ubaidah dan seluruh putra saudara perempuannya telah habis dan ia termasuk orang yang hijrah ke Habsyah.”

Aku berkata, “Jika beliau hijrah ke Habsyah, berarti ia tidak lama bermukim di sana.”

Abu Ubaidah mengikuti peperangan seluruhnya, kemudian melanjutkan berbagai peperangan bersama Ash-Shiddiq dan Al-Faruq radhiallahu ‘anhuma.

Sikap yang ditunjukkannya dalam perang Uhud menjelaskan kepada kita bahwa ia benar-benar kepercayaan umat ini, di mana ia tetap menebaskan pedangnya yang terpercaya kepada pasukan kaum paganis. Setiap kali situasi dan kondisi perang mengharuskannya jauh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia berperang sembari kedua matanya memperhatikan di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertempur.

Di salah satu putarannya dan peperangan telah mencapai puncaknya, Abu Ubaidah radhiallahu ‘anhu dikepung oleh segolongan kaum musyrikin. Abu Ubaidah radhiallahu ‘anhu kehilangan kesadarannya, ketika melihat anak panah meluncur dari tangan orang musyrik lalu mengenai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia menyerang orang-orang yang mengepungnya dengan pedangnya dan seolah-olah ia memegang seratus pedang, sehingga membuat mereka tercerai berai. Lantas ia berlari bak terbang menuju Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia melihat darah beliau yang suci mengalir dari wajahnya, dan melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap darah itu dengan tangan kanannya seraya bersabda,

كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ خَضَبُوْا وَجْهَ نَبِيِّهِمْ، وَهُوَ يَدْعُوْهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ

“Bagaimana akan beruntung suatu kaum yang melumuri wajah Nabi mereka, padahal dia menyeru kepada Rabb mereka.” (Lihat, Tafsir al-Qurthubi, 4/ 199)

Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu menerangkan kepada kita tentang fenomena ini lewat pernyataannya, “Pada saat perang Uhud, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkena lemparan sehingga dua bulatan besi menancap di dahinya, aku cepat-cepat menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara ada seseorang yang datang dari arah timur berlari kencang seperti terbang, maka aku katakan, ‘Ya Allah, jadikanlah itu sebagai ketaatan.’ Ketika kami sampai pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ternyata ia adalah Abu Ubaidah bin Jarrah yang telah datang lebih dulu daripadaku. Ia berkata, ‘Aku meminta kepadamu, dengan nama Allah, wahai Abu Bakar, biarkan aku mencabutnya dari wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Aku pun membiarkannya. Ubaidah mengambil dengan gigi serinya salah satu bulatan besi itu, lalu mencabutnya dan jatuh ke tanah, gigi serinya pun jatuh bersamanya. Kemudian ia mengambil sepotong besi lainnya dengan gigi serinya yang lain sampai jatuh. Sejak saat itu, Abu Ubaidah di tengah khalayak dijuluki dengan Atsram (yang terpecah giginya, atau jatuh dari akarnya).

Pada saat delegasi Najran dari Yaman datang untuk menyatakan keislaman mereka, dan meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mengutus bersama mereka orang yang mengajarkan kepada mereka Alquran, Sunnah dan Islam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada mereka,

لأَبْعَثَنَّ مَعَكُمْ رَجُلاً أَمِيْنًا، حَقَّ أَمِيْنٍ، حَقَّ أَمِيْنٍ، حَقَّ أَمِيْنٍ

“Aku benar-benar akan mengutus bersama kalian seorang pria yang sangat dapat dipercaya, benar-benar orang yang dapat dipercaya, benar-benar orang yang dapat dipercaya, benar-benar orang yang dapat dipercaya.” (Thabaqat Ibn Sa’d, 3/ 314)

Semua sahabat berharap bahwa dialah yang bakal dipilih oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata persaksian ini menjadi keberuntungannya.

Umar Al-Faruq radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku tidak menyukai suatu jabatan pun sebagaimana aku menyukainya pada saat itu, karena berharap akulah yang bakal memperolehnya. Aku pergi untuk shalat Zhuhur dengan berjalan kaki. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat Zhuhur bersama kami, beliau mengucapkan salam, kemudian memandang ke kanan dan ke kiri. Aku menegakkan punggungku agar beliau melihatku. Tapi beliau terus mengarahkan pandangannya hingga melihat Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Kemudian beliau memanggilnya seraya bersabda,

اُخْرُجْ مَعَهُمْ، فَاقْضِ بَيْنَهُمْ بِالْحَقِّ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ

‘Keluarlah bersama mereka. Putuskan perkara di antara mereka dengan haq dalam segala hal yang mereka perselisihkan’.“

Akhirnya, Abu Ubaidah radhiallahu ‘anhu pergi bersama mereka.

Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Abu Ubaidah radhiallahu ‘anhu berjalan di bawah panji Islam. Sekali waktu ia bersama para pasukan biasa, dan pada kesempatan yang lain bersama para panglima. Sampai datanglah masa Umar radhiallahu ‘anhu, ia menjabat sebagai panglima pasukan Islam di salah satu peperangan besar di Syam. Ia mendapatkan kemenangan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam peperangan ini, hingga ia menjadi hakim dan gubernur negeri Syam, dan perintahnya ditaati.

Amirul Mu’minin Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu mengunjungi Syam, dan bertanya kepada orang-orang yang menyambutnya, “Di manakah saudaraku?”
Mereka bertanya, “Siapa?”
Ia menjawab, “Abu Ubaidah bin al-Jarrah.”

Ketika Abu Ubaidah radhiallahu ‘anhu datang, Umar memeluknya.
Kemudian Abu Ubaidah radhiallahu ‘anhu membawa Umar radhiallahu ‘anhu ke rumahnya.
Di dalam rumah tersebut, Umar tidak melihat sedikit pun perkakas rumah tangga, kecuali pedang, perisai dan untanya.
Umar radhiallahu ‘anhu bertanya kepadanya sembari tersenyum,
“Mengapa engkau tidak memiliki sesuatu untuk dirimu sebagaimana dilakukan orang lain?”
Abu Ubaidah radhiallahu ‘anhu menjawab,
“Wahai Amirul Mu’minin, inilah yang bisa mengantarkanku ke akhirat.”

Kisah wafatnya Abu Ubaidah
————————–————-
Ketika wabak taun merebak di negari Syam sehingga menyebabkan ramai nyawa yang terkorban akibat penyakit itu, Khalifah Umar bin al-Khattab mengirim surat dengan tujuan memanggil kembali Abu Ubaidah, sahabat kepercayaannya. Namun, Abu Ubaidah menyatakan keberatannya sesuai dengan isi surat yang dikirimkannya kepada khalifah berbunyi;

عرفت قصدك، وإنما أنا في جند من المسلمين يصيبني ما أصابهم، فحللني من عزمتك يا أمير المؤمنين

“Saya tahu tujuan Amir al-Mukminin (agar saya terus hidup sedangkan tiada siapa yang boleh kekal hidup). Sesungguhnya saya merupakan sebahagian anggota tentera Islam oleh itu apa yang menimpa itulah jua yang akan menimpaku. Justeru gugurkanlah tuntutanmu terhadapku (agar kembali ke Madinah) wahai Amir al-Mukminin .”

Tatkala Umar bin al-Khattab membaca surat tersebut, air mata beliau terus mengalir.

Setelah beberapa hari Abu Ubaidah diserang penyakit taun. Sedang beliau nazak bertarung dengan penyakit tersebut, beliau berpesan kepada tentera-tenteranya.
أقيموا الصلاة، وصوموا رمضان، وتصَدَّقوا، وحُجُّوا، واعْتَمِروا، وتواصوا، وانْصحوا لأُمرائِكم ولا تغُشُّوهم، ولا تُلْهِكم الدنيا، فإنَّ المرء لو عُمِّر ألف حَوْلٍ ما كان له بُدٌّ من أن يصير إلى مصْرعي هذا الذي تَرَوْن
“Dirikan solat, berpuasalah di bulan Ramadan, bersedekahlah, tunaikan haji dan umrah, salinglah berpesan-pesan dan memberi nasihat kepada pemimpin kamu dan jangan kamu memperdayakan mereka. Jangan kamu dilalaikan dunia. Lantaran jika seseorang itu mampu hidup 1000 tahun sekalipun, dia tetap akan menemui pengakhiran kehidupannya seperti yang kamu sedang lihat saya sekarang ini.”

Kemudian Abu Ubaidah berpaling kepada Mu’az bin Jabal dan mengarahkannya menjadi imam solat dan sejurus selepas itu beliau pun menghembuskan nafasnya yang terakhir. Apabila Abu Ubaidah meninggal dunia, Mu’az bangun di hadapan rakyat dan berucap;
يا أيها الناس، إنكم قد فُجِعْتُم بِرَجُلٍ، واللهِ ما أعلم أني رأيتُ رجُلاً أبرَّ صدْراً ولا أبعد غائِلَةً، ولا أشدَّ حُباً للعاقِبَة، ولا أنصح للعامَّة منهم فَتَرَحَّموا عليه يرْحَمْكم الله
“Wahai manusia, sesungguhnya kamu telah ditimpa kesedihan disebabkan lelaki ini. Demi Allah! Saya tidak pernah mengenali lelaki yang lebih berhati mulia dan jauh daripada hasad dengki, terlalu cinta dengan mati dan paling menunaikan tanggungjawab dan paling banyak menasihati rakyatnya berbanding lelaki ini. Doakanlah kerahmatan untuknya, pasti Allah akan merahmati kamu semua.”

Abu Ubaidah al-Jarrah meninggal dunia pada tahun 18 Hijriah di Jordan dalam wilayah Syam.

Jenazahnya dikebumikan di kawasan yang pernah dibebaskannya daripada kekuasaan Rom dan Parsi. Ketika itu beliau berumur 58 tahun.

Pada suatu hari, pada saat Al-Faruq Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu berada di Madinah, seorang informan datang kepadanya untuk mengabarkan bahwa Abu Ubaidah telah meninggal dunia.
Mendengar hal itu, Al-Faruq radhiallahu ‘anhu memejamkan kedua matanya dalam keadaan penuh dengan air mata.
Air mata pun mengalir, lalu dia membuka kedua matanya dalam kepasrahan. Ia memohonkan rahmat Allah untuk sahabatnya dalam keadaan air mata mengalir dari kedua matanya, air mata orang-orang shalih.
Air mata mengalir karena kematian orang-orang yang shalih.
Al-Faruq Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata,
“Seandainya aku boleh berangan-angan, maka aku hanya mengangankan sebuah rumah yang dipenuhi orang-orang semisal Abu Ubaidah.”

Abu Ubaidah adalah pemimpin pasukan Islam dalam perang Yarmuk, perang yang menelan banyak korban dari pihak musuh dan berhasil memperoleh kemenangan.

Sumber:
https://kisahmuslim.com/1112-abu-ubaidah-al-jarrah-orang-kepercayaan-umat-ini.html

http://www.kisahislam.net/2011/12/24/abu-ubaidah-bin-al-jarrah/

http://www.tarbawi.my/2013/04/abu-ubaidah-bin-al-jarrah-pemegang.html
Selengkapnya
rifaabe

Bilal Seorang Budak yang Beriman


Bilal bin Rabah (Bahasa Arab بلال بن رباح) adalah seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (sekarang Ethiopia). Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam). 

Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.

Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.

Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.

Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.
Jadikan HP mu sebagai mesin ATM pribadi, caranya cukup menginstall aplikasi PAYTREN dari google Playstore atau App Store. Klik disini atau via BBM, invite 5B3EF69A, Chat di WA 08562568871 untuk info dan pendaftaran

Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.

Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.

Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.

Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”

Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”

Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.

Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah1 Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.

Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.

Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”

Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”

Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.”

Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”

Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu ‘anhu. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan ‘Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih,

“Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti ,Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil, Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah ,Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil”

Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan.

Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.

Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam.

Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alashsholaati…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.

Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.

Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.

Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama ’sang pengumandang panggilan langit’, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.

Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas.

Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.

Saat azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.

Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Mekah..

Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”

AI-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”

Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”

Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”

Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan nafas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.

Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.

Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.

Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”

Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”

Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam wafat.”

Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Rodhiallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.

Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali (yang artinya), “Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal).”

Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan azan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata. Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..BiIal, “pengumandang seruan langit itu."

Menjelang saat-saat kematiannya, pada saat itu Bilal berada di Damaskus. Istrinya berkata “Benar-benar suatu duka.” Tapi Bilal berkata “Tidak. Katakanlah: Benar-benar kebahagiaan, karena besok aku akan menemui Rasulullah S.A.W. dan para sahabat.”

Dapatkah kalian bayangkan, seberapa besar imannya? Dia sedang sekarat, tapi malah merasa senang karena dengan meninggalkan dunia, maka dia akan bertemu dengan Rasulullah. Karena Rasulullah S.A.W. bersabda “Dunia ini adalah penjara bagi orang-orang yang beriman, dan surga bagi orang-orang kafir.”

Kenapa dunia menjadi penjara bagi orang-orang beriman? Karena dunia menahan mereka dari bertemu Allah dan Rasul-Nya. Dan surga bagi orang-orang kafir karena hanya inilah yang mereka miliki.

sumber : http://www.lampuislam.org/2013/08/kisah-bilal-bin-rabah-seorang-budak.html
Selengkapnya
rifaabe

Jenderal Perang Terhebat Sepanjang Sejarah : Muhammad Al Fatih


Muhammad II (Arab: محمد الثانى) juga dikenali dengan Muhammad al-Fatih iaitu daripada kata terbitan “al-fath” (الفاتح) seperti Surah al Fatihah bererti surah pembukaan atau “Pembuka yang besar”.

Baginda sultan dilahirkan pada 30 Mac 1432 bersamaan 27 Rejab 835H di Edirne/ Adrianapolis (sempadan Turki – Bulgaria); ibu kota kerajaan Uthmaniyyah dan meninggal dunia pada 3 Mei 1481 di Hünkârcayırı, berdekatan Gebze.Bapanya adalah Sultan Murad II (1404–51); Asy-Syeikh Muhammad bin Isma’il Al-Kurani manakala ibunya Huma Hatun, anak perempuan Abd’Allah dari Hum.Isteri-isteri baginda ialah
Emine Gülbahar Hatun (m. 1446), puteri kepada Albanian Bey,
Gülşah Hatun;
Sittişah Hatun (m. 1449), puteri kepada Süleyman Bey, Pemerintah ke -6 Dulkadir
Çiçek Hatun (m. 1458), saudara kepada Ali Bey; dan
Hatice Hatun, puteri kepada Zagan Pasha;Putera-puteri baginda ialah:
Bayezid II — anak bersama Sittişah/Emine Gülbahar
Sultan Cem — anak bersama Çiçek
Mustafa — anak bersama Gülşah
Puteri Gevherhan — anak bersama Emine Gülbahar
Sebenarnya, sejarah hidup baginda telah bermula hampir 800 tahun sebelum kelahirannya kerana telah disebut sebagai “sebaik-baik raja” di dalam sebuah hadis Rasulullah dalam Peperangan Khandak.
Kekhalifahan Uthmaniyyah yang bermazhab Ahli Sunnah wal Jamaah aliran Asha’irah dan bermazhab Hanbali itu sangat mementingkan ilmu tasauf kesufian.

Pihak istana mengamalkan Tariqat Naqshabadiyyah. Para khalifah mempunyai bilik suluk khas mereka. Peribadi yang banyak membentuk rohani Sultan Murad dan anaknya ini ialah seorang mursyid besar Tariqat Naqshabandiyyah iaitu Syeikh Shamsuddin al-Wali, seorang berketurunan Sayyidina Abu Bakar. Dia bertindak sebagai penasihat kepada Kerajaan Turki Uthmaniyyah ketika itu.

Sejak dalam buaian lagi, Syeikh Syamsuddin al-Wali telah meramalkan bahawa baginda bakal mencipta sejarah yang besar. Beliau telah berkata kepada ayahanda Muhammad II, Sultan Murad,
Wahai Sultan Murad, bukan tuanku yang akan membebaskan kota Konstantinopel, tetapi anak yang di dalam buaian itu.”. Sejak itu baginda dilatih hidup bersederhana, dididik dengan ilmu agama dan ilmu peperangan.

Baginda sultan Muhammad II dikenali dengan gelaran Muhammad Al Fatih dan Mehmed II/Muhammad The Conqueror kerana kejayaannya membebaskan Constantinople. Baginda adalah Sultan yang memerintah Empayar Uthmaniyyah dalam masa singkat iaitu dari tahun 1444 ke 1446 dan kemudian dari tahun 1451 ke 1481. Baginda merupakan seorang negarawan ulung dan panglima tentera agung yang memimpin sendiri 25 kempen peperangan.

KEPERIBADIAN
Baginda sentiasa bersifat tawadhu’ dan rendah diri . Semasa membina Benteng Rumeli Hissari, Baginda membuka baju dan serbannya, mengangkat batu dan pasir hingga ulamak-ulamak dan menteri-menteri terpaksa ikut sama bekerja
Baginda seorang yang sentiasa tenang, pendiam, berani, sabar, tegas dan kuat menyimpan rahsia pemerintahan.
Baginda sangat cintakan ulamak dan selalu berbincang dengan mereka tentang permasalahan negara.

Baginda menakluki Constantinople pada umur 21 tahun yang membawa kepada kehancuran Empayar Byzantine.

Muhammad al-Fatih merupakan seorang sultan yang mementingkan kekuatan dalaman dan luaran para tenteranya.
Baginda mempunyai kepakaran dalam bidang ketenteraan, sains, matematik dan menguasai enam bahasa (bahasa Turki, Greek, Hebrew, Arab, Parsidan Latin) pada ketika berumur 21 tahun.

Seorang pemimpin yang hebat, warak dan tawaduk selepas Sultan Salahuddin Al-Ayubbi(pahlawan Islam dalam Perang Salib) dan Sultan Saifuddin Muzaffar Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di Ain Jalut menentang tentera Mongol).
Diceritakan bahawa para tentera Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat rawatib sejak baligh.

Malah sifat-sifat baginda dan tenteranya telah diisyaratkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Baginda bersabda ketika menggali Parit Khandaq;
“..Constantinople (kini Istanbul) akan jatuh ke tangan tentera Islam. Rajanya adalah sebaik-baik raja, tenteranya adalah sebaik-baik tentera……”
(Hadis riwayat Imam Ahmad)“

Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan ramai kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik & strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya.

Beliau merupakan anak didik Syekh Syamsuddin yang masih merupakan keturunan Abu Bakar As-Siddiq. Dia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya.

Constantinople Bandar mashyur
————————–—————-
Usaha Sultan Mehmed II dalam menaklukkan Konstantinopel
Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu bandar termasyhur di dunia.
Bandar ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. Bandar ini didirikan se dari tahun 330 M oleh Maharaja Bizantium yakni Costantine I.

Kedudukannya yang strategik membuatkan ia sebagai tempat istimewa ketika umat Islam berkembang di masa Kekaisaran Bizantium.
Apabila Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam menyebut bahawa Constantinople akan dibuka oleh raja dan tentera terbaik, kerajaan Islam sepanjang zaman telah berusaha menjadikannya kenyataan.

Selepas cubaan selama 800 tahun, barulah ia berlaku. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah beberapa kali memberikan khabar gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada perang Khandaq.

Hagia Sophia (Aya Sofiya) di Istanbul simbol kejayaan Sultan Muhammad Al Fatih membuka Constantinople. Sekalipun tentera Islam telah menduduki pusat pemerintahan Byzantine itu, monumen berharga seperti Hagia Sophia tidak dimusnahkan, sebaliknya mengekalkannya sebagai masjid.

Walau bagaimanapun, kesemua kempen yang dilancarkan menemui kegagalan.
Di antaranya, 5 kempen di zaman Kerajaan Umayyah, 1 kempen di zaman Kerajaan Abbasiyah dan 2 kempen di zaman Kerajaan Uthmaniyyah.

Usaha pertama dilancarkan tahun 44 H di zaman Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhu.
Akan tetapi, usaha itu gagal.

Usaha yang sama juga dilakukan pada zaman Khilafah Umayyah. Di dalam salah sebuah kempen semasa zaman Khalifah Umayyah ini, seorang sahabat besar shalallahu alaihi wa sallam iaitu Abu Ayyub Al Ansary RA telah syahid dan dimakamkan di bawah dinding kubu Kota Constantinople di atas wasiatnya sendiri.
Apabila ditanya kenapa beliau ingin dimakamkan di situ maka beliau menjawab,
“Kerana aku ingin mendengar derapan tapak kaki kuda sebaik-baik raja yang akan mengetuai sebaik-baik tentera semasa mereka membebaskan Constantinople”.Begitulah teguhnya iman seorang sahabat besar Nabi shalallahu alaihi wa sallam.
Hadis Nabi saw ini direalisasikan hampir 800 tahun kemudiannya oleh Sultan Muhammad Al Fatih, khalifah ke-7 Kerajaan Uthmaniyyah dan 150,000 orang tenteranya.

Di zaman pemerintahan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui kegagalan termasuk di zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190 H.

Setelah kejatuhan Baghdad tahun 656 H, usaha menawan Kostantinopel diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk.
Pemimpinnya, Alp Arselan (455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos (Romanus IV/Armanus), tahun 463 H/1070 M.
Akibatnya sebahagian besar wilayah Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk.

Awal kurun ke-8 hijriyah, Daulah Utsmaniyah mengadakan kesepakatan bersama Seljuk. Kerjasama ini memberi nafas baru kepada usaha umat Islam untuk menguasai Konstantinopel.

Usaha pertama dibuat di zaman Sultan Yildirim Bayazid saat dia mengepung bandar itu tahun 796 H/1393 M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan Bayazid untuk memaksa Kaisar Bizantium menyerahkan Konstantinople secara aman kepada umat Islam.

Akan tetapi, usahanya menemui kegagalan kerana datangnya bantuan dari Eropah dan serbuan bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk.

Selepas Daulah Utsmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah, semangat jihad hidup kembali dengan nafas baru. Hasrat dan kesungguhan itu telah mendorong Sultan Murad II (824-863 H/1421-1451 M) untuk meneruskan usaha menaklukkan Kostantinopel.

Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa yang sama terjadi pengkhianatan di pihak umat Islam. Kaisar Bizantium menabur benih fitnah dan mengucar-kacirkan barisan tentara Islam.

Usaha Sultan Murad II tidak berhasil sampai pada zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmed II), sultan ke-7 Daulah Utsmaniyyah.

Usaha Sultan Muhammad Al-Fatih Menakluki Kostantinopel.
————————–————————–———-
Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Kostantinopel.

Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam.

Ketika beliau naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menawan kota bandar tadi.

Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para ‘ulama terulung di zamannya.

Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Isma’il Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan Murad II telah menghantar beberapa orang ‘ulama untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad.

Lalu, dia menghantar Asy-Syeikh Al-Kurani dan memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika membantah perintah gurunya.
Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sultan, Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani.
Peristiwa ini amat berkesan pada diri Amir Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal Al-Qur’an dalam waktu yang singkat.

Di samping itu, Asy-Syeikh Ak Samsettin
(Syamsuddin) merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur’an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.

Syeikh Ak Samsettin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam hadith pembukaan Kostantinopel.

PERSIAPAN AWAL MEMBEBASKAN CONSTANTINOPLE
********************************
Selama 2 tahun selepas menaiki takhta, baginda mengkaji pelan Kota Costantinople setiap malam bagi mengenal pasti titik kelemahannya. Baginda juga mengkaji sebab-sebab kegagalan kempen-kempen terdahulu serta berbincang dengan panglima-panglima perangnya tentang tentang strategi yang sesuai untuk digunakan.

Baginda mengarahkan dibina peralatan perang termoden seperti meriam besar yang boleh menembak bom 300 kg sejauh 1 batu. Benteng Rumeli Hissari dibina di tebing sebelah Eropah, lebih kurang 5 batu dari Kota Constantinople dimana Selat Bosphorus adalah yang paling sempit. Ia dibina bertentangan dengan Benteng Anadolu Hisar di tebing sebelah Asia yang telah dibina oleh Sultan Bayazid Yildirim dahulu. Benteng ini mengawal rapi kapal-kapal yang melintasi Selat Bosphorus.

Perjanjian damai dibuat dengan pihak Wallachia, Serbia dan Hungary untuk memencilkan Constantinople apabila diserang nanti.

MELANCARKAN SERANGAN KE ATAS CONSTANTINOPLE
****************************************
Ketika naik takhta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Semsettin untuk menyiapkan bala tentara untuk penaklukan Konstantinopel.

Peperangan itu memakan waktu selama 54 hari. Persiapan pun dilakukan. Sultan berhasil menghimpun sebanyak 250 ribu tentera.

Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam.

Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M.

Masya Allah! Di hadapan tenteranya, Sulthan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala.

Baginda juga membacakan ayat-ayat Al-Qur’an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta’ala.

Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana.
Takbir “Allahu Akbar, Allahu Akbar!” terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu.
Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama bala tenteranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala.

Setelah segala persiapan lengkap diatur, Baginda menghantar utusan kepada Raja Bizantin meminta beliau menyerah. Keengganan beliau mengakibatkan kota tersebut dikepung. Pada 19 April 1453, serangan dimulakan. Kota tersebut dihujani peluru meriam selama 48 hari. Setengah dinding luarnya rosak tetapi dinding tengahnya masih teguh.

Menara Bergerak
Seterusnya Baginda mengarahkan penggunaan menara bergerak yang lebih tinggi dari dinding kubu Byzantine dan memuatkan ratusan tentera. Tentera Byzantin berjaya memusnahkan menara tersebut setelah ianya menembusi dinding tengah kubu mereka.

Bantuan Dari Pope Vatican
Pope di Rome menghantar bantuan 5 buah armada yang dipenuhi dengan senjata dan tentera. Perairan Teluk Golden Horn direntang dengan rantai besi untuk menghalang kemaraan armada Usmaniyah. Ini menaikkan semula semangat tentera Bizantin.

Melancarkan Kapal Perang Dari Puncak Gunung
Kegembiraan mereka tidak lama. Keesokan paginya, mereka dikejutkan dengan kehadiran 72 buah kapal perang Usmaniyah di perairan Teluk Golden Horn. Ini adalah hasil kebijaksanaan Baginda mengangkut kapal-kapal ke atas gunung dan kemudian diluncurkan semula ke perairan Teluk Golden Horn. Tektik ini diakui sebagai antara tektik peperangan (warfare strategy) yang terbaik di dunia
oleh para sejarawan Barat sendiri. Kapal-kapal itu kemudiannya membedil dinding pertahanan belakang kota.
Kapal-kapal perang tentera Byzantin habis terbakar kerana bedilan meriam Uthmaniyah.

Pertahanan Byzantin menjadi semakin lemah. Baginda mengambil kesempatan pada malamnya dengan memberikan semangat kepada tenteranya serta mengingatkan mereka kepada Hadis Rasulullah saw dan bersama-sama berdoa kepada Allah swt.

Memanjat dan Melastik Dinding Kota
Keesokan paginya tentera Usmaniyah cuba memanjat dinding dalam kubu dengan tangga dan cuba merobohkannya dengan lastik besar.

Tentangan sengit pihak Byzantin menyebabkan ramai yang syahid. Baginda memerintahkan tenteranya berundur dan bedilan meriam diteruskan sehingga tengahari.

Karisma Seorang Pemimpin
********************************
Pengepungan selama 53 hari tanpa sebarang tanda-tanda kejayaan telah menimbulkan rasa bosan dan menghilangkan keyakinan tentera Baginda. Pada saat yang genting ini Baginda berucap menaikkan semangat tenteranya,
“Wahai tenteraku, aku bersedia untuk mati di jalan Allah. Sesiapa yang mau syahid ikutlah aku!”.

Mendengarkan itu, Hasan Ulubate, salah seorang tentera Baginda mengetuai sekumpulan kecil 30 tentera membuka dan melompat masuk ke dalam kubu musuh lantas memacak bendera Islam di situ.

Mereka kesemuanya gugur syahid setelah dihujani anak panah musuh. Kemudian tentera-tentera Islam menyerbu bertali arus menembusi barisan pertahanan Byzantin sambil melaungkan kalimah AllahuAkbar.

Penawanan Constantinople
******************************
Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, serangan utama dilancarkan.

Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota.

Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.

Baginda menukar namanya kepada Islambol (Islam keseluruhan) . Gereja Besar St Sophies ditukar kepada Masjid Aya Sofiya. Baginda dengan tawadhuknya melumurkan tanah ke dahinya lalu melakukan sujud syukur.

Semenjak peristiwa inilah baginda diberi gelaran “Al Fatih” iaitu yang menang kerana kejayaannya membebaskan Constantinople.


Jadikan HP mu sebagai mesin ATM pribadi, caranya cukup menginstall aplikasi PAYTREN dari google Playstore atau App Store. Klik disini atau via BBM, invite 5B3EF69A, Chat di WA 08562568871 untuk info dan pendaftaran

SEBAIK-BAIK RAJA DAN SEBAIK-BAIK TENTERA
————————–————————–—————-

Pada kali pertama solat Jumaat hendak didirikan, timbul pertanyaan siapa yang layak menjadi imam. Baginda memerintahkan kesemua tenteranya termasuk dirinya bangun lantas bertanya,
“Siapa di antara kita sejak baligh hingga sekarang pernah meninggalkan solat fardhu walau sekali; sila duduk!”.

Tiada seorang pun yang duduk, kerana tidak seorang pun di antara mereka pernah meninggalkan solat fardhu.
Baginda bertanya lagi,
“Siapa di antara kita yang sejak baligh hingga kini pernah meninggalkan solat sunat rawatib sila duduk!”. Sebahagian daripada tenteranya duduk.

Kemudian Baginda bertanya lagi,
“Siapa di antara kamu sejak baligh hingga ke saat ini pernah meninggalkan solat tahajjud walaupun satu malam, sila duduk!”.
Kali ini semuanya duduk, kecuali Sultan Muhammad Al-Fatih sendiri.
Masya Allah! Baginda tidak pernah meninggalkan solat fardhu, Solat Sunat Rawatib dan Solat Tahajjud sejak baligh .
Inilah dia anak didikan Syeikh Shamsuddin Al Wali. Bagindalah sebaik-baik raja yang telah diisyaratkan oleh Rasulullah saw di dalam Hadisnya itu.

Selain kejayaan dalam bidang ketenteraan dan penaklukan wilayah, Sultan Muhammad al-Fateh juga berjasa dalam mengembangkan dakwah Islam ke benua Eropah. Melalui akhlak dan keperibadian beliau, ramai yang tertarik dan memeluk Islam. Hal ini berlaku pada hari kemenangan tenteranya, iaitu apabila beliau telah mengampunkan penduduk Kristian Kota Constantinople. Dengan sikap toleransi yang ditunjukkan itu, menyebabkan ada dalam kalangan paderi terus menyatakan keislaman mereka.

Kewafatan Baginda
**********************
Dalam tahun 1481, baginda berarak bersama bala tenteranya dalam kempen peperangan terbaru namun ketika sampai di Maltepe, Istanbul baginda jatuh sakit.

Beberapa hari kemudian, Sultan Muhammad al-Fateh meninggal dunia pada 3 Mei 1481 di Hurkascayiri, Gebe pada usia yang masih muda iaitu 49 tahun.

Ada pendapat mengatakan dia meninggal kerana menderita penyakit ghout. Ada pula yang mengatakan dia diracun. Siapa yang meracunnya? Seorang Yahudi yang memeluk Islam bernama Maesto Jakopa. / Yakub Pasha. Ada juga yang mengatakan baginda diracun oleh doktornya seorang Parsi.
Ada orang mengaitkan putera Sultan Muhammad sendiri yakni Bayezit dalam hal ini.

Kewafatan baginda dirai oleh penganut Kristian di Eropah, di mana loceng gereja dibunyikan seraya mengkhabarkan “La Grande Aquila è morta!” (‘The Great Eagle is dead!’)
Wallahu a’lam bisshawab

Potret bagindahttps://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/c6/Gentile_Bellini_003.jpg/220px-Gentile_Bellini_003.jpg
Pelukisnya ialah seorang Itali bernama Genti le Bellini.
Dia dihantar oleh Senat Venice ke Istanbul pada tahun 1479 untuk bertemu dengan Sultan Muhammad al-Fateh atas urusan hubungan diplomatik. Dialah yang melukis potret baginda.

Karakter baginda yang dibawa ke layar perak
• Sultan Mehmed II Fetih was portrayed by Sami Ayanoğlu (tr) in Turkish film İstanbul’un Fethi (tr) (1951).
• Devrim Evin plays Mehmed II in Turkish film Fetih 1453 (2012). His childhood is portrayed by Ege Uslu.
• Mehmet Akif Alakurt plays Mehmed II in Turkish serie Fatih (2013) .
• Dominic Cooper portrays Mehmed II in the action horror film Dracula Untold.

Semoga Allah merahmati roh beliau dan melnempatkan beliau di syurga kelak, salah seorang pemimpin Islam serba boleh dan terhormat dengan akhlak muslim yang wajar dicontohi.

Aamin.

Sumber:
http://www.biografiku.com/2009/12/biografi-sultan-muhammad-al-fatih.html

https://en.wikipedia.org/wiki/Mehmed_the_Conqueror

http://www.theottomans.org/english/family/mehmet2.asp

http://satuumat.blogspot.my/2011/11/sejarah-sultan-muhammad-al-fateh.html#!/tcmbck

http://papisma.org/index/?p=201

Selengkapnya